H Santoso Doellah Menancapkan Icon Batik

Posted on Updated on

Semenjak kecil kedidupan santosa tidak pernah lepas dari batik. Laki-laki yang
ditinggal ibunya semenjak umur 6 tahun ini menjai kuat karena tempaan
kesulitan hidup dengan tanpa pendamping dari seorang ibu. Kehidupan harus
terus berlanjut.

Semenjak ditinggal ibunya ia diasuh oleh Wongsodinomo yaitu eyangnya, yang

tidka lain adalah juragan batik saat itu. Hari-hari tanpa kasih sayang seorang ibu

ia habiskan untuk membantu kakek dan neneknya mengembangkan bisnis batik.

Danarsih, istri Santoso merupakan inspirasi bagi Santoso, semenjak kecil

sebenenarnya sudah dikenal oleh santoso, karena ternyata masih ada hubungan

kekerabatan. sehingga kelak brand batiknya diambil dari nama keluarga istrinya

yaitu Danar Hadi yang merupakan ayah dari danarsih.

Perjuanganya semenjak kecil terbawa menjadi sebuah habit atau kebiasaan

yang berlangsung sampai remaja dan bahkan terus berlanjut sampai sekarang.

saa masih kuliah di UNPAD bandung ia tidak menghenikan kebiasaanya untuk

berdagang.

saat remaja inilah sanoso mulai mendapat kasih sayang baru dari mahluk lawan

jenisnya yaitu Danarsih. Cinta berlabuh, akhirnya pada tanggal 1 Agustus 1967

mereka mengikat janji untuk hidup bersama. Dari sinilah kolaborasi dua manusia

lawan jenis ini semakin berkembang dan mulai menapaiki bisnis batik yang

merupakan ikatan jiwa yang dimulai semenjak kecil.

Seiring dengan waktu kakek dan nenek Santoso sudah semakin sepuh dan

waktunya tongkat estafet harus diteruskan. Dalam budaya jawa tongkat estafet

dari keluarga ini sangat penting sebagai benuk keberlanjutan trah dan tradisi.

Sebagai lahan unuk belajar waktu itu Santoso diberikan sebuah lahan untuk

menjalankan bisnis batik di Notodinigratan yang saat ini tempat itu berkembang

sebagai lokasi untuk garmen.

Intuisi sebagai seorang pengusaha harus hidup, saat itu intuisinya membawa

nya pada sebuah jenis batik yang digemari pasar pada tahun 1968 yaitu jenis

batik yang dikerjakan dengan proses Wonogiren. Namun ada satu masalah pada

saat itu masih belum memiliki merek atau cap, yang nantinya dapat digunakan

sebagai tetenger produknya. Akhirnya merek batik diberinama Danar Hadi yang

diambil dari nama istrinya yaiu Danarsih dan Hadipriyono ayahnya.

Yang lebih aneh justru batik yang di produksi waktu itu tidak digunakan oleh

warga solo dan jawa tengah sebagai tempa lahirnya batik, namun justru batik

karyanya ini banyak digemari oleh warga Bandung dan jawa barat, Sumatra,

Kalimantan.

Fenomena inilah yang membuat Santoso menjadi semakin bersemangat untuk

terus membawa batik menjadi prosuduk yang digemari oleh masyarakat

Indonesia, bahkan ia juga punya keyakinan oran luar negeri juga akan menyukai

batik yang hanya dimiliki dan dibuat oleh Oran Indonesia.

Karena pasarnya jelas bukan pengguna biasa, ia berpendapat harus membuat

produk yang ekslusif, sedanga sebagian lain dibuat untuk kelas menengah ke

bawah.

Awalnya ia hanya memiliki 20 karyawan namun, Saat ini tenaga kerja yang dimiliki sudah mencapai ribuan dari berbagai pelosok desa. Saat itu intuisi Santoso

sudah jauh kedepan dengan selalu menyimpan koleksi batik yang ia produksi

meskipun ia sendiri tidak mampu untuk membua batik sendiri.

Sebagai juragan ia sangat mengerti seluk beluk batik ia hanya bisa mengajari

orang membatik dan mengarahkan pada batik yang baik. Semakin pesatnya

perusahaan batik miliknya akrhirnya membawanya pada sebuah keinginan untuk

membuat sebuah musium batik. Sebelum ia juga telah berburu batik, bahkan

tidak tanggung-tanggung ia harus keliling dunia untuk mendapatkan batik

terindah yang pernah di buat di solo namun pada waktu itu dibeli oleh orang

asing baik yang berada di Malaysia, Eropa, Belanda, jerman dan sebagainya.

Tinggalkan komentar